Senin, 14 Juli 2008

DIRACUNI CINTA

1
Ditinggalkan
Berbicara soal wanita. Siapa sih dia yang selalu dipuja-puja pria sehingga dapat melebihi segalanya. Menjadikan malam tambah panjang karena terus memikirkannya. Wanita, apakah memang kau telah sengaja diciptakan. Seperti layaknya Adam yang telah mendapat anugrah dari Tuhan dengan diciptakannya Hawa dari tulang rusuknya. Ini merupakan sejarah awal manusia merasakan apa yang dinamakan cinta. Itu pun semenjak setan berhasil menggoda mereka untuk memakan buah larangan Tuhan yang kemudian semenjak itu semua aurat mereka terbuka. Kemudian diturunkannya ke dunia.
Siksaan awal dari cinta yang pertama adalah ketika Adam dan Hawa ini diturunkan ke dunia dengan jarak yang berjauhan. Memakan banyak waktu untuk bertemu. Ratusan tahun mereka merasakan rindu, sedih dan duka. Mereka berlari kesana kemari dengan saling menyerukan nama mereka masing-masing.
Wanita. Segala keindahan telah dianugrahkan kepadanya. Paras yang lembut, perasaan, cinta kasih dan kehangatan yang semuanya dapat membuat lelaki terpesona sehingga mati-matian untuk mendapatkan mereka. Didalam usaha mendapatkan wanita, tentunya beribu rintangan yang harus dihadapi oleh kaum Adam. Kelicikan wanita yang mencintai pria sehingga menghalangi si pria untuk mencintai wanita lain. Campur tangan orang tua, masalah agama, pendidikan, materi dan semua permasalahan yang sering dihadapi kalian wahai kaum turunan Adam dan Hawa.
“Kedewasaan” yang rata-rata digumamkan oleh mereka sebagai pondasi percintaannya, sehingga rasa dewasa itu pun sering dijadikan tolak ukur untuk percintaan. Dewasa, apa artinya dewasa, aku pun sendiri belum tahu apa itu dewasa. Bergaul dengan orang tua?, berpengalaman luas, pendidikan tinggi S1, S2, dan S3? Semuanya bohong. Dewasa menurutku segala akhir kehidupan manusia, dimana akhir itu bukan segalanya tetapi akhir untuk awal kehidupan yang baru untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatannya di dunia, yaitu MATI namanya. Itulah titik akhir kedewasaan dan dapat dikatakan kesempurnaan kedewasaan.
Pencapaian kedewasaan dalam percintaan antara kaum turunan Adam dan Hawa ini ada pula yang menyebutkan dengan hadirnya rasa tanggung jawab. Tanggung jawab pergaulan, moral. pendidikan, dan lainnya yang semuanya rata-rata hanya omong kosong belaka. Ambil contoh seorang keturunan Adam yang sedang merayu hawa dengan semua gombalnya, pemberian sekuntum bunga, dan semua kata-kata untuk meyakinkan si hawa ini, hingga akhirnya hawa terkulai oleh adam yang bertopeng anjing yang dengan lincahnya ia bermain di atas perut sang Hawa dengan tarian dan nyanyian yang merindukan dan semuanya bohong belaka, yang nyatanya hanya sebuah pelampisan napsu binatang yang hadir pada si turunan Adam ini. Tentunya ada peranan penting dari Sang Setan hingga terjadinya kejadian yang diinginkan ini. Tapi tentunya tidak seharusnya demikian.
Dalih adam
“Aku akan bertanggung jawab atas segala yang telah ku lakuakan padamu hawa”
Tapi nyatanya ia lari dengan senyum anjing yang bertopeng anjing sambil membersihkan kelamin dan cuci tangan yang disertai lambaina tangan
“Dadah gadis bodoh” katanya.
Memang si gadis bodoh, mau saja diajak menari oleh ajag liar, tanpa memikirkan akibatnya. Apa memang karena ia merasa yakin dengan apa yang telah diutarakan oleh si Anjing itu? Tentunya tujuh puluh prosen….yaaaa. Mereka para wanita mengatakan hal itu tapi mungkin justru sebaliknya.
Ini hanya dialami oleh setengah dari sekian banyak jumlah wanita di bumi ini, atau mungkin tiga per empatnya barangkali. Memang benar apa yang dikatakan Malaykat, jika Adam dan Hawa turun ke dunia maka akan hancurlah dunia ini. Ya sudahlah yang terjadi biar terjadi, kita tinggal bercermin atas segala apa yang telah dialami baik atau buruk kejadian itu.
Tapi aku belum selesai dengan cerita ini. Banyak yang ingin ku ceritakan. Kembali ke cerita tentang si gadis yang ditinggal anjing – nya. Awalnya telah saya katakana bahwa hawa memang sudah terlena karena sifat si anjing itu yang romantis serta pandai membawa payung kehidupan dan bunga-bunga menyegarkan tentang percintaan yang semuanya itu kebohong.
Kita ceritakan perjalanan si Anjing yang sedang bersenandung cinta yang kedua atau mungkin yang ke seratus. Tapi kali ini Anjing telah menaggalkan topengnya lagi, berganti judul hidup, format baru, nama baru dan tentunya gombalan baru.
Gombal, kata ini dapat diibaratkan senjata Kunta yang sangat ampuh bagi Arjuna dan Karna, tapi sayangnya saat ini digunakan untuk meluluh lantahkan hati wanita.
2
Korban Ke Dua
Dengan senyuman dan lirikan serta kerlingan mata, DwiN berhasil memikat satu hawa yang lainnya. Ya namanya adalah DwiN. ia telah membuat terlena dan memesonakan satu wanita lagi. DwiN berhasil memancarkan keindahan bagai matahari yang setia terbit di timur dengan ditutupi awan hitam di belakangnya tanpa sepengetahuan siapa pun. Sungguh kasihan gadis ini. Sebut saja namanya Susi, ia tinggi dengan rambut agak keriting tetapi hitam bagaikan arang dan tentunya bercahaya kulitnya putih agak kekuningan. Saya di sana saat itu. Saya selalu mendapingi mereka.
“Sepi bila tanpa kamu” kata mereka.
Jadi selama ini aku dijadikan bahan supaya mereka tetap ceria. Tapi tak apalah.
Waktu sudah menunjukan pukul lima sore. DwiN bersiap untuk menjemput Susi yang kebetulan bekerja di perusahaan kue di kota itu. Mobil DwiN sudah diparkir di samping toko kue. Susi melambaikan tangan dengan pakaian warna kuning bercorak merah, celan merah ati, rambut yang keriting ia ikat, tak lupa topi khas toko kue tersebut ia kenakan.
“Kemana kita sekarang!” Susi memulai pembicaraan.
“Kita jalan-jalan” Jawab DwiN.
Sabuk pengaman sudah dikenakan, mobil sudah distart kemudian menuju tempat yang tentunya sudah menjadi kebiasaan DwiN membawa mangsanya bertamasya. Kali ini DwiN membawanya ke sebuah pabrik tua bekas pemintalan kapas. Letaknya tidak jauh dari rumah Susi. Segala persoalan yang pernah dihadapi DwiN kali ini dengan anehnya ia ceritakan kepada Susi, biasanya ia jarang berceritra apa-apa terhadap mangsanya. Mungkin kali ini ia benar-benar cinta, tapi itu semua tetap gombal dan tak dapat dipercaya, barangkali saja ia hanya ingin meyakinkan si Susi ini. Pertama kali DwiN mengenal Susi ketika ia di SMA. Waktu itu semua anak telah kecapaian karena olah raga yang diwajibkan untuk memenuhi ujian akhir ketika duduk di kelas satu. DwiN duduk santai meregangkan kaki karena kelelahanan setelah olah raga. Angin sepoy menghiasi hati DwiN yang sedang duduk. Maka berlalulah sang hawa yang bernama Susi memakai kaos olah raga, sama dengan apa yang dipakai DwiN. Sungguh memesona ketika itu. Harum keringat bercampur parfum yang menyengat yang membasahi tubuh Susi, tercium oleh DwiN. Mata melotot dengan desah napas yang seperti hendak berhenti.
“Siapakah gerangan yang berlalu itu, sungguh harum keringatnya, dan indah parasnya?” DwiN bergumam.
Tapi disambut dengan ucapan
“Dia Susi anak kelas 1.9” jawab Anwar.
“Ia memang gadis yang banyak diperebutkan, kemarin saja dua anak dipanggil ke kantor karena berkelahi memperebutkannya. Sudahlah kamu jangan berharap banyak kepadanya, bukanya kamu sudah punya”.
Memang waktu itu DwiN sudah memiliki kekasih yang kali ini telah ia tinggalkan demi kesenangannya itu. Padahal ia sudah menikmati wanita itu lebih dari dua tahun.
Berbicara soal waktu kali ini Aku, DwiN, Susi, Anwar dan gadis yang menjadi koraban DwiN sudah di jenjang yang lebih tinggi. Memang kali ini aku kuliah di sebuah Perguruan Tinggi Negeri di Bandung, sedangkan Anwar dan DwiN di Fakultas Teknik, masih di Bandung juga hanya beda Perguruan Tinggi.
Untuk Susi dan gadis si korban memang tidak dilanjutkan, mereka lebih memilih untuk bekerja. Dari tadi aku hanya menyebutkan gadis si korban, bagaimana kalau kali ini aku beri nama, sebut saja namanya Padi, memang aneh nama seorang wanita diberi nama Padi, tapi tentunya kali ini kalian tidak perlu tahu mengapa aku memberikan nama itu.
Hari sudah menjelang magrib, DwiN mengantarkan Susi sampai ke pintu gerbang. Susi berlari menenteng tas dengan ditutupkan ke kepalanya. Kali itu memang hujan telah turun, langit sepertinya menangis dengan apa yang akan dialami mereka yaitu Susi, Padi dan DwiN.
Sudah hampir satu tahun lebih setelah DwiN meninggalkan Padi, Aku dan DwiN jalan-jalan, tentunya Susi kali ini ikut. Disebuah mall di Bandung, Aku terperangkap dalam permainan DwiN dan Susi. Mereka menyembunyikan satu rahasiah yang mungkin menurut mereka sangat rahasiah sekali. Biarlah untuk kali ini Aku dianggap tidak tahu, walaupun memang sebenarnya aku telah tahu.
Padi yang menjadi korban, ternyata berhasil menyebarkan mata-mata, dan berhasil mendapatkan nomor Hp nya DwiN. Tentu saja Padi dapat menemukan nomer DwiN, karena ia sangat dekat dengan teman lelakinya DwiN. Rudi misalnya, karena ia tidak tahu apa yang terjadi dengan DwiN, maka dengan mudahnya ia memberikan nomer Hp DwiN kepada Padi. Memang dalam persahabatan terkadang dapat mengesalkan juga. Kali ini DwiN bertindak brutal sehingga Rudi harus terbaring di rumah sakit karena kepalanya bocok dipukul kunci stir oleh DwiN. Hanya saja DwiN selamat, karena segala biaya perawatan dan berobat Rudi ditanggung oleh ayah DwiN. Memang ayah DwiN seorang pengusaha yang sukses waktu itu, berbeda dengan kali ini yang hampir bangkrut karena keadaan ekonomi Negara ini.
3
Bohong
Entah bagaimana caranya DwiN dan Padi dapat berhubungan kembali, mungkin kali ini ada siasat lain dari DwiN dalam menghadapi korbannya. Pertemuan mereka kali ini jadi sering lagi, entah ada apa. Padahal DwiN dan Susi kali itu sedang mesra-mesranya. Aku pun tidak mengerti dengan Susi, ia sangat misterius. Sebenarnya dulu ketika kelas tiga SMA ada kisah yang sangat menarik dan mungkin dapat menjadi aneh. Aku dan Anwar sangatlah dekat khususnya di kelas tiga. Waktu itu Kami sering melakukan hal yang menurutku kali ini sangat menjemukan. Chat atau Chating yang waktu itu sangat marak di kalangan kami, terutama semenjak dibukanya rental internet di samping sekolah kami. Aku dan Anwar sengaja mencoba-coba untuk main chat di Warnet tersebut, hingga akhirnya aku kenal dengan dua orang wanita yaitu Susi dan Mara. Memang saat itu antara Susi dan Anwar sudah saling kenal. Mereka kenal sejak kelas satu dulu. Aku diperkenalkan oleh Anwar pada kedua wanita itu yaitu Susi dan Mara. Anehnya antara DwiN, Aku, Anwar, Susi dan Mara ditempatkan pada kelas yang sama. Mungkin sudah menjadi keharusan.
Satu tahun di kelas tiga. Ternyata antara Anwar dan Susi sudah menjadikannya satu moment yang sangat menyenangkan. Mereka telah menjalin asmara yang begitu kuatnya, tanpa harus diketahui oleh teman sekelas. Hingga suatu saat ketika musim panen cengkeh tiba, Anwar hampir melupakan Susi, dia sibuk dengan panennya.
Susi yang tak ingin kesepian. Kali ini ia mulai dikecewakan. Anwar yang biasanya tiap malam menyisihkan waktunya untuk menghubungi Susi, kali ini telah memiliki kesibukan sendiri. Dua bulan telah berlalu setelah ujian seleksi penerimaan mahasiswa baru, akhirnya waktu pengumuman telah tiba, Aku, Anwar dan DwiN lulus untuk masuk Perguruan Tinggi. Susi dan Mara memang kurang beruntung, hingga akhirnya Susi memutuskan untuk bekerja, dan Mara masuk Perguruan Tinggi Swasta di Bandung.
Kisah ini menjadi aneh dengan adanya hubungan cinta segi tiga antara DwiN, Susi dan Padi. Waktu itu Anwar telah meninggalkan Susi. Ada alasan yang menurut Anwar sangatlah logis untuk meninggalkan Susi, yaitu ketika anwar menghubungi Susi lewat telepon:
“Hallo, bisa bicara dengan Susi?”
“Ya. Saya sendiri.”
“Oh, Susi ini Anwar. Mungkin karena doa Susi, Anwar telah lulus ujian saringan masuk Perguruan Tinggi.”
“Oh begitu!, Tidak tuh, saya tidak merasa mendoakan kamu.”
Anwar langsung membanting telepon.
Itu juga dapat dijadikan alasan yang kuat untuk Susi mengatakan hal demikaia, mungkin karena sikap Anwar yang akhir-akhir ini telah melupakan Susi. Akhirnya mereka pun jauh dan jarang bertemu. Saya heran mengapa Susi mau-maunya dijadikan pacar ke dua oleh DwiN sedangkan setahu saya antara Susi dan Anwar…?.
Waktu setahun telah kami lewati bersama. Anwar dengan hidup barunya dan tentunya dengan membawa luka yang mengangah di hatinya. Aku pun tahu bahwa Susi dan Anwar masih saling mencintai, hanya saja emosi dan keegoisan mereka harus terpisah.
Bulan November tahun itu. Susi sudah menginjak usia yang ke 19. DwiN berencana untuk mengadakan pesta kecil untuk merayakannya. Karena Susi berada di luar kota Bandung, maka DwiN mengutusku untuk menjemput Susi. dan saya harus berusaha untuk membujukn Susi supaya bisa ikut ke Bandung. Tanpa sepengetahuan Anwar dan Padi, Dwin dan aku merencanakan pesta kecil itu. Aku, Susi, Mara, Giri dan DwiN berencana untuk pergi ke Lembang dan pemandian air panas.
Ketika dalam perjalanan ke Bandung, Aku dan Susi menggunankan jasa angkutan bus. Mungkin kali ini aku sedang beruntung dan berhasil membujuk Susi untuk ikut ke Bandung, sebagaimana rencana DwiN. Sore itu hujan sangat lebat, kami pergi juga ke Bandung, sepanjang jalan, anehnya Susi terus-menerus bercerita tentang nostalgia antara dia dengan Anwar, apalagi ketika mereka jalan-jalan katanya indah sekali. Anwar itu penuh perhatian. Kali ini aku dibingungkan lagi, sebenarnya ada apa dengan Susi, siapa sebenarnya yang dicintai Susi. kemudian aku memberanikan diri untuk bertanya.
“Senbenarnya hubungan kamu dengan DwiN itu bagaimana?”
“Sebenarnya aku dan DwiN itu hanya untuk kesenang saja dan tidak ada yang lain, soalnya aku kesepian sih, sedangkan orang yang selama ini masih ku harapkan entah pergi ke mana, dia memang ada tapi entah hatinya untuk siapa. Dulu dia itu orangnya baik dan pengertian, hanya saja, mungkin karena cengkeh sialan itu yang menyebabkan kami terpisah.” Jawabnya.
Sambil memerah mukanya kemudian ia bercerita lagi.
“Aku harus bagai mana? Malam ini si DwiN ingin menciumku sebagai hadiah ulang tahunku katanya, sedangkan aku tidak menyukainya. Aku selama ini hanya simpati saja ko pada si DwiN itu.”
Dengan hadirnya cerita dan keluhan Susi ini, aku jadi tambah bingung, mengapa kisah ini sangat rumit, tapi aku yakin tuhan tidak akan memberi cobaan di luar batas kemampuan kaumnya.
Maka dari itu, aku mencoba untuk memberikan saran pada Susi supaya kamu untuk malam ini harus coba jauhi DwiN tapi harus tetap menjaga perasaannya. Aku pun jadi yakin bahwa selama ini kisah Susi dan Dwin hanyalah bohong belaka dan mungkin hanya pelarian Susi atas kepergian Anwar, sehingga Susi menerima semua kebaikan DwiN.
Di sebuah terminal bus yang ternama di Bandung. Aku dan Susi turun kemudian Susi mengajaku untuk membeli makanan ringan.
“Sambil menunggu DwiN” katanya.
Di di depan serambi toko kue kami berdiri. Hujan kali ini hanya gerimis. Dari sebelah selatan terlihat kendaraan yang melaju pelan dengan plat nomor yang khas yang memudahkan bagiku untuk mengenalinya.
“Maaf agak lama, habis macet sih” kata DwiN sambil membuka pintu mobilnya.
Dua pintu belakang terbuka dan keluar Mara dengan Giri. Rasa kangen mereka pada Susi dilepaskan dengan pelukan yang hangat dari Mara kepada Susi serta dengan ciuman pipi kiri dan kanan.
“Bagaimana keadaanmu?” Tanya Mara sambil melirik pada tas yang diteng-teng Susi.
“Bawa apa ?”
“Saya sehat, ini ada sedikit oleh-oleh untuk kalian, bagaimana keadaan kalian?” Tanya Susi.
Sedikit perbincangan untuk kaum wanita ternyata membuatku bosan berdiri, sehinga DwiN menyegerakan untuk masuk mobil.
“Ayo…ayo sudah sore, nanti lagi ngobrolnya.”
Kami pun berlalu dengan iringan hujan yang semakin deras. Mungkin hujan itu pertanda bahawa hari itu ada dua orang yang menangis karena telah dirugikan dan dibohongi oleh kami, yaitu Padi dan Anwar.
4
Pindah
Setelah dua tahun menghabiskan waktu di kampus utara pesisir kota, akhirnya aku memutuskan untuk pindah ke Bandung kota. Di sana aku bermaksud untuk menemani DwiN dan Anwar. Dulu memang kami telah berjanji, setelah lulus SMA kami berencana tinggal satu rumah. Akhirnya kami memperoleh sebuah rumah di sebuah perumahan kota Bandung.
Kasur pegas milik DwiN yang dahulu tertata rapi di kamar kostnya, kini digelar di tengah rumah. Anwar yang kali itu sedang tiduran di kasur itu, tiba-tiba bertanya.
“Jika, misalnya aku memiliki pacar, kemudian kudapatan dan aku tinggalkan, apakah kamu mau menjadikannya pacar ?”
Aku sejenak berfikir, apakah ia gila dan ada maksud apa.
“Apa maksud kamu, aku tak mengerti?”. Kemudian dia mercerita lagi.
“Sebenarnya kali ini aku sedang bingung, dan tidak tahu apa yang harus ku lalakukan. Dua minggu yang lalu Padi menghubungiku. Ia minta bantuan ku, supaya kita selaku teman dekat DwiN bertanggung jawab dengan apa yang telah diperbuat DwiN terhadapnya. Waktu itu memang aku belum bertemu dengan yang namanya Padi tapi ia tahu no hp ku dari DwiN. Sebagaimana anjuran DwiN, bila ada sesuatu dan DwiN tidak dapat dihubungi, maka hubungi saja Anwar, karena DwiN dan anwar sekarang tinggal serumah.”
Hampir dua jam lebih Anwar bercerita tentang apa yang dialami Padi oleh DwiN, dan disanalah aku mulai mengetahui sebejad apa DwiN terhadap wanita, khususnya Padi.
Dari cerita Anwar ini aku sekarang mulai tahu segalanya dan kebenarannya. Ternyata DwiN yang saya kenal dari semenjak sekolah dasar, memiliki sifat yang sungguh tidak saya duga. Memang manusia terlahir ke dunia ini dianugrahi pikiran dan napsu, mungkin ketika DwiN dan Padi melakukan hal yang demikian itu karena napsu yang tidak dapat mereka bendung, diawali dengan tidur-tiduran, berpelukan, berciuman, piknik – naik gunung turun gunung, kemudian aksi bunuh harga diri masing-masing dengan menanggalkan semua pakaian mereka, bercampur baur piknik di atas kasur.
Seperti apa yang dikatakan Bang Napi di TV
“Ingat kejahatan seksual bukan terjadi karena niat pelakunya, tapi karena ada kesempatan kedua pelakunya.”
Keesokan harinya setelah habis seharian bercerita tentang kisah DwiN dan Padi, pagi-pagi sekali kami terperanjat dan berkata serentak:
“Si Susi……………, kita harus segera pulang dan memberi tahu Susi apa yang sebenarnya terjadi antara DwiN dan Padi.
“Kali ini aku akan menyingkirkan harga diriku, demi kehormatan Susi, walau pun memang dulu aku pernah bersumpah tidak akan menghubungi Susi lagi, tapi kali ini aku harus.” Kata Anwar.
Kami pun pergi dengan rasa was-was. Apakah Susi pun telah didapatkan oleh DwiN. Perjalanan pulang ke kota kami memakan waktu hampir dua jam, itu jika ditempuh dengan sepedah motor, tapi jika ditempuh oleh kendaraan umum atau mobil pribadi, mungkin hanya empat puluh lima menit. Memang kali ini negara kai sedang beruntung walaupun dalam keadaan kritis, tapi masih saja ada negara tetangga yang berani memberi pinjaman untuk pembangunan jalan tol Bandung – Jakarta. Sungguh aneh, katanya negara banyak utang, tapi terus membangun dan masyarakatnya terus membeli barang-barang mewah.
Sesampainya di rumah Susi, kami memarkirkan motor tepat di bawah pohon rambutan, yang dulu ketika masih SMA pohon itu masih kecil, tapi sekarang sudah tumbuh dengan subur. Dua tahun lebih Anwar dan Susi tidah bertemu. Kali ini mungkin mereka akan melepas rindu sedikit, dan memang sebelumnya aku telah mengingatkan anwar, bahwa kali ini bukan ajang nostalgia, tapi misi kita kali ini untuk menyelamatkan Susi.
Pembicaraan pun dimulai.
“Kamu jangan kaget dengan kedatangan kami, kami kesini diundang oleh hati yang sungguh kacau dan didorong dengan rasa tidak rela jika misalnya kali ini kamu masih tetap berhubungan dengan DwiN. Apa kamu tahu siapa DwiN sebenarnya?” Tanya Anwar dengan nada serius.
“Tahu, DwiN kan teman kalian dan teman aku juga.” jawab Susi
“Susi,.. jangan main-main, kali ini aku serius. Sebenarnya hubungan kamu dengan DwiN sudah sejauh mana?”
“Kalian itu bicara apa sih. Aku sama sekali tak mengerti, tunggu sebentar ya! Mau minum apa?” Tanya susi.
“Apa saja asal jangan racun tikus.” jawab Anwar sambil tersenyum.
Susi pergi ke dapur dan tak lama ia datang lagi dengan membawa sirup warna merah.
“Ini sirup… rasa strobery.” Sahut Susi.
Waktu itu suasana hening sejenak, kami bertiga saling tatap dengan tatapan kosong, mungkin karena bingung atau apa.
Anwar meminum sirup yang dibawa susi.
“Susi, kamu sudah sejauh mana hubungan dengan DwiN. Aku takut jangan-jangan kalian sudah sejauh apa yang saya bayangkan. Soalnya sudah ada satu korban yang kali ini telah dia tinggalkan dan kamu pun pasti tahu siapa orangnya.”
Kali itu aku hanya terdiam, menyimak apa yang akan terjadi selanjutnya.
5
Yang Terlewatkan
Semenjak pertemuan dengan Susi waktu itu, aku tidak pernah bertemu dengan dia lagi, mungkin karena kesibukan yang terus menghampiri.
Waktu itu, ternyata Susi dengan Padi sudah kenal begitu dekat, dan sudah tahu masing-masing duduk permaslahannya. Kami berkumpul berempat dan membicarakan apa yang sebenarnya terjadi, khususnya menurut pandangan Padi. Untuk memanjakan Padi, yang katanya tidak henti-hentinya menangis, kami pergi kesebuah bendungan tua di daerah proyek Otorita Jatiluhur tepatnya di bendungan Ubrug. Ubrug kali ini tidak seperti Ubrug yang saya tahu, air yang tadinya bening sekarang malah menjadi dangkal dan kotor, mungkin ini pengaruh dengan dibangunnya dua PLTA baru yaitu Saguling dan Cirata.
Udara di sana sangat panas, tapi angin yang bertiaup berhasil menyejukan hati kami yang waktu itu sangata panas. Panas akan masalah yang sedang dihadapi. Kaki saya waktu itu saya selonjorkan pada sebuah bagunan yang memiliki ketinggian kurang lebih tujuh puluh meter, sambuil memandangi Gunung Parang, dengan raut wajah yang mengkerut karena kepanasan, saya mendengar obrolan Padi dan Susi. Anwar tengah membeli sebuah minuman dingin.
“Sus, bagai mana ya, kemarin saja ia datang ke rumah; terus dimintai pertanggungjawaban oleh orang tuaku tapi di malah menunjuk-nunjuk dan berkata, silahkan saja laporakan pada orang tua ku, paling aku hancur dan Padi pun ikut hancur, jadi intinya dia itu mungkin belum siap untuk menikah. Saya sampai sempat berfikir, kenapa saya tidak hamil saja, mungin itu bisa dijadaikan alasan kuat untuk mengajak ia kawin.”
“Terus mau bagaimana dong, kalo saya pribadi sih, mendekati DwiN itu tujuan awalnya juga ingin mengembalikan hubungan kalian, tidak ada maksud apa-apa.” Jawab Susi.
Itulah sedikit obrolan mereka yang saya dengar, yang jadi aneh, kenapa kedua wanita itu akur-akur saja, tidak ada sedikitpun pertengkaran. Mungin karena dari pihak Susi yang dapat meyakinkan Padi, bahwa memang selama ini mereka tidak ada hubungan apa-apa.
Tapi…terus bagaimana dengan yang terjadi di pemandian air panas itu. Yang ditakutkan Susi, akhirnya terjadi juga, DwiN berhasil mencium padi walaupun memang hanya di kening. Sungguh membingungkan.
Pelik sekali kisah ini. Setelah kami berdua pulang kembali ke Bandung, kami bertingkah seperti tidak terjadi apa-apa, kami tertawa bersama kembali, nonton film bareng lagi. Kami ; Saya, Anwar dan DwiN. Hidup satu rumah di sudut kota Bandung.
Waktu itu hari minggu sore, seperti biasa DwiN baru saja datang. Mobil diparkir di depan rumah. Ia masuk dengan raut muka yang kelihatan kusut, memang selama ini ia selalu kusut, mungkin karena menghadapi masalah itu. Tapi tidak sekusut kali ini.
Sekitar jam sebelas malam, Hp anwar berbunyi, ia memacanya, kemudia ia berkata pelan pelan, kami ada di luar waktu itu sedangkan DwiN ada di kamar sedang main CM.
“Mau tahu nggak, kenapa raut muka DwiN begitu kusut” Tanya Anwar
“Ya, emang kenapa?” Jawabku.
“Tadi siang dia baru saja dijebak Playbo Kenur, Susi dengan Padi sekongkol untuk mencebak dia.”
“Oh begitu, kasian dia, dan sungguh tega kita, membiaarkan DwiN sedih. Tapi ta apa lah orang masalah dibuat sendiri kok.”
Memang DwiN yang membuat masalah, coba kalau tidak. mungkin tidak akan begini. Tak lama terdengar suara memanggil nama saya, ternyata DwiN.
“Tolong belikan aku minuman yang dingin-dingin, tapi beralkohol.” sambil memberikan uang seratus ribu.
Aku hanya bisa terdiam
“Ayo cepat kenapa bengong, aku lagi pusing nih, pengen lebih pusing!”
Aku keluar mengajak Anwar, ini pertama kalinya aku membeli minuman keras. Kami berpikir mungkin ini jalan terbaik untuk sementara menenangkan pikiran DwiN.
Motor telah diparkirkan tepat dengan pos satpam, kebetulan toko belum tutup semua. Kami masuk ke supermarket. Disana kami larak-lirik takut akan ada yang mengenali. Tak banyak bicara, saya langsung mengambil minuman berwarna hijau dengan tulisan 30% alkohol, tanpa tahu apa mereknya.
“War gimana bayarnya, saya malu nih?”
“Udah bayarkan saja, ga bakalan ada yang tau ini.”
Dengan wajah agak malu, saya membayar minuman tersebut. Uang seratus ribu hanya habis untuk satu botol minuman. Ini mungkin hanya minuman kadar rendah, sedangkan aku pernah dengar, bahwa ia dulu pernah habis satu juta lebih untuk hal itu.
Semalaman DwiN menghabiskan minuman itu sendirian, hanya sayangnya ia tidak sedikit pun merasakan pusing. Akhirnya suasana dihancurkan dengan gelak tawa kami bertiga.
“Gimana nih, kamu beli minuman kok tak ada pusing sedikit pun.” kata DwiN sambil tertawa. Kami bergadang semalaman dengan menghiraukan perasaan yang sedang dialami bertiga, dengan sejuta rahasia.
6
Yang Harus Aku Alami
Pagi harinya setelah semalaman aku menyaksikan DwiN berpesta, aku dan Anwar memutuskan untuk pulang.
“Win, kami pulang dulu, besok sore ke sini lagi kok!” Sahut kami serentak.
“Yup, ati-ati di jalan.” Jawab DwiN.
Pagi itu perasaanku gelisah seperti akan terjadi sesuatu.
Aku dan Anwar menggunakan motor, aku dibonceng dalam perjalanan tidak henti-hentinya tertawa. Kami membahas hubungan Aku dengan Hani, memang begitulah kami, aku sering curhat pada Anwar dan sebaliknya.
Ya, Hani adalah cinta pertamaku. Aku mengenal dia semenjak SD, semenjak cinta monyet bahkan sampai cinta gorila. Waktu itu sore hari, sekitar tahun 94 adiku yang pertama jatuh sakit, usianya masih balita. Di sebuah apotek aku berdiri di depan pintu, nampak dari kejauhan ibuku sedang berbicara dengan seseorang, yang disampingnya nampak seaorang gadis seusiaku, ia terus menatapku, aku jadi gelisah dan tak kauran. Aku terus mondar-mandir. Hingga akhirnya merekapun berlalu.
“Siapa mereka ma?” Tanyaku
“Mereka pamili kita, Cuma pamili jauh.”
Tidak perlu diceritakan bagaimana prosesnya hingga saya dapat menjadi pacarnya, setelah saya berusia 20 tahun, khususnya ketika saya menginjak bangku kuliah.
Sedang asiknya saya ngobrol dengan Anwar, tiba-tiba di depan nampak mobil gandengan dengan kecepatan tinggi, akhirnya kami pun bertabrakan. Aku terpental sangat jauh, penglihatanku jadi kabur, serasa banyak pelangi di atas kepala, lama kelamaan kuning, putih dan gelap.
7
Di Rumah Sakit
Aku menghubungi rumah Dani dan memberitahu orang tuanya, bahwa kami mengalami kecelakaan, dan sekarang Dani masuk rumah sakit.
Suasana saat itu sungguh sunyi. Aku berdiri di depan loket rumah sakit, tak lama DwiN datang.
“War, dimana dia sekarang, apakah baik-baik saja!?” Tanya DwiN.
“Entah lah Win, lukanya sangat parah, kata dokter kepalanya retak. Mungkin karena benturan yang keras.”
“Tapi kamu tidak apa-apa?”
“Itulah anehnya. Aku hanya luka gores dan memar, tapi kalau motor, jangan ditanya hancur terlindas truk”
‘Bagaimana kejadiannya?” Tanya DwiN.
Aku mencoba untuk tenang dan menjelaskan kronologis kejadiannya.
“Oh jadi begitu, ya sudahlah mudah-mudahan tidak apa-apa.” Sambung DwiN.
Yang menjadi pikiranku adalah bagaimana perasaan Hani, bila mendengar kejadian ini.
“Apakah Hani sudah tau?” Tanya DwiN.
“Itulah Win, aku bingung harus bicara apa, sedangkan tadi saja sepanjang jalan Dani terus saja membicarakan Hani dan lagian aku tidak punya nomornya” Jawabku
“Ini Nomornya 085828114161, di SMS saja besok pagi, sekarang sudah terlalu sore, tapi terserah lah.” Jawab DwiN.
Sudah hampir dua jam kami gobrol, dan tak lama datang dokter dengan raut wajah yang tidak saya harapakan.
“Bagaimana Dok?” tanyaku
ketika saya berkata begitu, tiba tiba ada suara dengan nada yang sangat keras.
“Anwar..bagaimana keadaan Dani”
Ternyata ibunya Dani
“Tenang bu, ini juga sedang ditanyakan pada dokternya.”
“Dok bagaimana anak saya?
Suasana hening sejenak……………..
Kemudian dipecahkan dengan gelengan kepala sang dokter.
“Kami sudah berusaha bu, tapi tuhan berkehendak lain. Sabar ya bu”
Ibunya Dani langsung jatuh pingsan. Aku dan DwiN langsung membopongnya. Kami hanya bisa menahan rasa sedih dan sakit di tenggorokan.
Setelah menempatkan Ibunya Dani di tempat yang lebih baik, kami langsung masuk ke ruangan ICU.
Dari kejauhan nampak sebongkah jasad Dani yang selama ini selalu jadi teman suka dan duka kami. Aku memberanikan diri untuk membuka kain yang menutup wajahnya. DwiN hanya menatap dengan mata yang berlinang. Sedangkan aku tertekun melihat wajah Dani yang pucat tapi bercahaya. Dani, kau pergi dengan meninggalkan seorang kekasih dan sejuta rahasiah.
8
Perjalanan Abadi
Dari luar aku mendengar tangisan Hani yang tak henti-hentinya. Mungikin ia terkenang akan segala yang telah diberikan oleh Dani; senyum, cinta dan kasih sayang yang mungkin tiada duanya atau apalah itu aku pun tak tahu. Setelah jenazah dimandikan dan dikafani kemudian disolatkan. Inilah mungkin perjalanan abadi yang telah dan akan dialami oleh Dani.
Akhirnya aku dan orang-orang yang berduka berdiri di atas tanah yang telah ditananmi manusia-manusia seperti Dani dan mungkin juga tidak seperti Dani.
Kami yang waktu itu kebetulan berkumpul untuk menghadiri pemakaman Dani, terus bercucuran air mata. Mungikin hanya Padi yang tidak mengetahui Dani meninggal atau mungkin segaja tidak diajak oleh DwiN. Tapi entahlah.
9
Di Atas Pusara Dani,
Orang ke satu
“’Yang, kamu sungguh tega meninggalkan aku sendirian di sini. Yang kamu tau ga aku akan kesepian untuk selamanya. Yang, kamu tau ga aku menangisi kamu sekarang dan mungin untuk selamanya. Yang ingat tidak dulu ketika pertama kita jadian.
Waktu itu tanggal 29 mei 2003 aku dan teman teman pergi ke Bandung, sengaja untuk menemui kamu. Karena kamu dan Anwar memutuskan untuk ikut bimbingan persiapan SPMB di sana. Waktu itu aku dan kamu jalan-jalan di sebuah mall di Bandung, sungguh mengasikan. Kamu bertingkah seperti anak kecil, menegadahkan tangan sambil jongkok-jongkok pada setiap orang yang lewat. Aku malu tahu saat itu, tapi aku suka. Aku lebih suka lagi ketika kita dalam perjalan pulang, waktu itu kamu bertingkah seperti orang bodoh, keringat bercucuran dan kamu mengatakan:
“Han, kamu tau ga, aku lebih memilih disuruh makan nasi daripada harus mengatakan hal ini”
Kamu tau ga, saat itu aku bingung, memangnya kamu mau ngomong apa. Ternyata kamu berusaha untuk mengatakan Cinta. Waktu itu aku melap keringat yang bercucuran di wajahmu dan akhirnya kamu pun mampu untuk mengatakan hal itu. Yang aku sedih tau…aku sedih, kenapa kau pergi begitu cepat.
Waktu itu kau mengatakan bahwa, kemarin Anwar dan Susi pun telah jadian, jadi selisih kita Cuma sehari.
Yang kamu ingat ga waktu pertama kali kita ciuman, bibirmu sungguh hangat. Kamu tau ga kalau aku baru pertama kali loh, dan kamu pun mengatakan hal yang sama. Dan……
Aaakkuuuu sedih tau….., Yang aku disini bagai orang gila, orang lain sudah pada pulang, dan aku masih di sini memeluk pusara kamu.
Yang kamu masih ingat ketika kita menggila, kita terlarut dalam buayan napsu yang sangat. Dan hampir-hampiran mahkotamu dan mahkotaku hancur. Waktu itu aku menggeliat kegelian karena kau sempat menghisap payudaraku. Gila ya kita. Tapi sekarang kamu telah pergi…
Katanya orang yang pertama kamu cium akan kamu nikahi, tapi kenapa sekarang kamu tinggalkan dengan duka dan luka yang begitu besar. Yang aku akan merindukanmu.
Yang kapan kita akan petting lagi dan akan menggila lagi. Tapi itu jangan terjadi lagi. Kita kan sudah sepakat untuk berpuasa. Tapi kkkennapaaa kamu pergi dengan meninggalkan cita-cita yang belum kita capai.
Yang kamu ingat ga, dulu sebelum kita berpuasa hampir tiap minggu kamu datang ke kostan ku dan mencumbuku. Yang aku rindu kamu, cumbuanmu dan pelukan hangatmu, aku sayang kamu.
Yang semoga segala dosa kita yang telah diperbuat, dapat diampuni tuhan. Yang sia-siakah kita yang selama ini berpuasa, kalau saja tau begini, kenapa dulu kita tidak melakukannnya saja. Aku sedih yang. Dan kamu mengatakan kita harus saling menjaga, dan mengubur semua kejadian yang telah lalu. Diwaktu kita gila, diwaktu kita merasa segala penasaran dengan apa yang kita inginkan. Tapi aku berjanji Yang, akan selalu menjaga kehormatanku, tapi untuk siapa Yang, untuk siapa?, jawab jangan diam saja.
Yang kamu ingat waktu kamu mencoba untuk mencari cewek lain, Rahma kalau ga salah nama cewe itu. Aku sakit hati tau. Aku nggak rela bila kamu dengannya. Coba bayangkan, kita itu kenal dari semenjak SD, sudah lebih dari tujuh tahu, tapi kenapa sekarang kau meninggalkan aku dan Rahma. Mungikin dia juga sedih loh dengan kepergian kamu. Yang tak terasa sudah sore, nanti aku ke sini lagi. Kamu mau bunga apa. Baiklah aku akan bawakan bunga mawar seperti apa yang kau bawa saat valentin dulu. Sayaaang… aku tak bisa pergi tanpamu. Tapi aku harus tabah tanpamu, lihat bajuku sampai kotor karena memeluk pusara kamu. Selamat tinggal sayang, semoga kamu diterima di sisiNya.
10
Di Atas Pusara Dani,
Orang ke dua
“Dan. Ini aku Anwar. Sungguh tak disanggka, kita berpisah secepat ini. Udara di sini dingin juga ya. Setelah selesai acara pemakaman sebulan yang lalau, aku sebenarnya ingin langsung menghampirimu tapi waktu itu aku melihat Hani yang mungkin sangat kehilanganmu. Sehingga ia harus bersimpuh di atas pusaramu ini.
Dan. Sayangnya sekarang kau tak ada, sehingga tidak anda lagi teman untuk menemaniku di saat pikiranku sedang galau. Saat ini aku sangat bingung dengan apa yang melandaku. Aku pun tidak tahu mengapa ini bisa terjadi.
Belakangan ini, terutama semenjak kepergianmu. Aku sangat gelisah dan…. Ada satu kejadian lagi yang mungkin bila kamu mendengar kau pun akan menganggapku gila. Tapi memang itulah yang terjadi.
Dan. Sebenarnya saat ini aku sedang menjalin hubungan asmara dengan Padi, aku juga heran mengapa ini terjadi. Dan herannya mengapa Padi juga mau menjalani. Dulu aku pernah bilang, seandainya dia masih masih perawan tentu aku mau. Itu sebenarnya aku sudah tertarik sama dia. Apakah ini tindakan balas dendam karena DwiN telah merebut Susi dari tanganku. Tapi aku merasa tidak juga tuh. Yang aku rasakan saat ini adalah ketertarikan antara dua insan yang berbeda.
Dan. Apakah wajar bila aku selingkuh. Kamu tau sendiri sebenarnya kali ini aku pun telah punya pacar. Di pun tidak kalah cantiknya dengan Hani loh. Namanya Tia. Sayang kau belum sempat ketemu dia.
Dan. Semenjak aku putus dengan Susi, aku sangat kacau. Bahkan sampai saat ini aku belum sedikitpun mengenyam bangku kuliah. Orang tua ku selama ini telah aku bohongi. Salahka aku Dan. Cepat jawab jangan diam saja. Andaikan kamu dapat melihat dan dapat merasakan. Aku berlutut di atas pusara kamu dengan tetesan air mata. Kali ini aku menyesal Dan. Tapi aku bingung harus bagaimana aku menjelaskan pada pacar saya. Mungkin dia akan kecewa bila tahu akan hal ini. Mungkin dia langsung minta putus. Sekarang aku terjerat oleh jaring yang telah aku rajut sendiri. Padi saat ini semakin mengharapkan yang aneh-aneh dari ku. Sedangkan kemana saja selalu dengan DwiN. Dan, DwiN akan marah tidak jika ia tahu akan hal ini. Jika ia tahu bahwa Padi kali ini telah menduakannya. Dengan sahabatnya pula lagi. Apakan aku pagar makan tanaman?. Dan sudah dulu ya. Istirahatlah dengan tenang. Doaku menyertaimu. Amin.”
11
Di atas pusara dani,
Orang ke tiga.
“Soré Dan. Ini aku DwiN. Tak terasa sudah sebulan setengah kamu meninggalkan kami. Jika saja kamu tak secepat ini. Sebenarnya banyak alasan mengapa aku meninggalakan Padi. Banyak alasan mengapa aku jadian dengan Susi. Kehidupan rumah tangga orang tuaku hancur Dan. Baik materi ataupun moral. Semenjak kakaku MBA, ayahku melarangku untuk berhubungan dengan Padi.
Satu karena takut hal serupa terjadi padaku.
Dua karena ayahku tidak suka aku pacaran dengan wanita yang tidak bergelar. Kampungan katanya. Mata duitan pula nantinya. Alasan mengapa aku jadian dengan Susi karena : satu Susi merasa kesepian semenjak ditinggalkan Anwar. Dua segala yang dialami Susi, hampir mirip dengan apa yang dialami aku. Aku juga tahu bahwa selama ini Susi masih mengharapkan Anwar. Aku juga tahu bahwa Anwar pun masih mencintai Susi.
Lucu. Aku ingin tertawa sendiri. Waktu itu aku dijebak oléh Susi dan Padi. Anehnya, kok bisa-bisanya mereka sekongkol untuk menghancurkan aku. Terus aku dengar katanya dibalik semua itu kamu dan Anwar adalah dalangnya. Apa maksudnya Dan?. Mungkin kamu tidak suka dengan gaya hidupku yang selalu berpegang teguh akan budaya barat dan acuh akan budaya timur. Memang itulah aku. Coba kamu bayangkan di barat itu yang namanya keperawanan itu sudah tidak ada harganya lagi. Yang penting hati. Hati kita. Dalam memilih calon pasangan hidup pun di barat tidak perlu campur tangan orang tua. Tapi di sini. Ayahku sampai-sampai mau menabrakan mobilnya dengan mobilku. Ketika melihat aku sedang berduanan dengan Padi. Apa ini adil. Sedangkan kakaku saja yang MBA dingin-dingin aja tuh. Apakah adil, ketika aku dalam masalah kalian sekongkol untuk lebih menghancurkan aku. Aku pernah disidang oleh keluarga Padi. Aku diminta bertanggung jawab atas segala yang telah ku lakukan. Apa yang harus aku tanggung jawab. Orang hamil pun tidak. Waktu itu aku sampai berani mengancam mereka. Jika berani mengadu kepada orang tuaku, maka aku dan Padi yang akan hancur. Sebenarnya aku ini sedang gelap sekarang. Gelap sekali. Aku bingung harus berbuat apa. Bukanya aku tak sayang sama Padi. Aku sayang banget lebih dari segala. Tapi kalau untuk nikah dekat-dekat ini. Aku belum mampu. Orang kuliah pun aku belum kelar. Uang masih minta pada orang tua. Sebenarnya bukan aku tak mau tanggung jawab. Tapi nasib keluargaku bagaimana. Sedangkan jika sampai keluargaku tahu. Bahwa sekarang aku sudah balik lagi sama Padi serta aku tidak jauh beda dengan kakaku. Maka matilah ibuku. Ibuku itu memiliki tekanan darah tinggi. Jika mendengar hal yang diluar dugaan, bisa fatal akibatnya. Apalagi ayah saya. Usaha yang dijalankan. Kian lama kian memburuk. Krisis ekonomi negara ini menggrogoti karir ayah saya. Hutang ayah saya, jika semua harta miliknya dijual. Tidak akan terlunasi. Coba bayangkan. Aku bingung tau. Dan, maaf aku agak emosional. Sebenarnya mungkin tak ada gunanya aku bicara di sini. Kamu sudah tenang di sana. Ini hanya bentuk penyesalan saya terhadap hidup. Yang belum sempat saya ceritakan sama kamu. Biasanya kamu menjadi teman curhat saya. Sekarang….selamat tinggal Dan. Damai selalu. Amin.”
12
Di Atas pusara Dani,
Mereka berdua.
“Mara tolong ambilkan sapu itu.”
“Yang mana?”
“Itu yang tergeletak di bawah pohon kemboja.”
“Dan, kami datang. Sebetulnya kami ingin sesegera mungkin jiarah padamu. Sungguh tragis nasibmu Dan. Anehnya Anwar tidak apa-apa. Dan sekarang aku sudah tak hubungan lagi dengan DwiN. Semenjak ia dekat kembali dengan Padi, aku langsung menjauh.”
“Dan aku nggak ikutan loh.”
“Memang Mara tidak ikutan. Dia tidak tahu apa-apa. Angin sungguh kencang ya.”
“Iyah.”
“Sudah dua bulan semenjak kepergianmu. Aku tidak tahu kabar tentang DwiN dan Anwar lagi. Biasanya kamu yang memberitahukan kabar mereka. Sekarang tidak ada lagi. Persahabatan kita mungkin sudah hancur Dan. Tidak ada lagi enam sekawan yang selalu ceria. Anwar, DwiN, Dani, Giri, Mara dan Susi. Tapi tak apalah mungkin ini memang harus terjadi. Aku tak dapat membayangkan betapa hancurnya hati Hani semenjak kau tinggalkan. Kami tahu kalian dulu saling menyayangi. Bahkan kami pun sempat iri dengan hubungan kalian yang aneh dan dingin-dingin saja.”
“Oh iya. Bagaimana ya kabar Si Rahma. Mungkin dia juga sudah tahu kamu meninggal. Pasti dia juga sangat kehilangan.”
“Mara….udah dong jangan ungkit-ungkit itu. Kasian kan Dani. Lagain aku sudah memberitahu dia kok. Yang jelas antara Hani dan Rahma pasti sangat kehilangan. Tapi tentu kadar kehilangannya jauh dengan Hani. Dan, aku tahu pasti kamu menyimpan banyak rahasiah. Baik itu tentang Anwar, DwiN dan Padi. soalnya kamu yang dulu paling dekat dengan mereka. Tapi sekarang tentunya kamu telah menguburnya bersama kamu. Mungkin ini jalan terbaik untuk kita.”
“Iya. Aku minta maaf atas segala hilaf dan dosaku. Oh iya tiga bulan lagi aku diwisuda. Doakan aku ya supaya cepat dapat pekerjaan dan cepat dapat jodoh.”
“Iya, kalo aku minggu depan kawin dengan seorang komandan polisi. Doakan aku ya.”
“Doakan kami ya. Istirahatlah dengan tenang. Dan semoga kamu diterima disisi-Nya. Amin.”
13
Ketika Malam.
Sehabis aku pulang dari kuburan Dani. Aku langsung mandi dan istirahat. Sungguh kasihan diriku. Ini sudah yang ke-60 kalinya aku pergi ke kuburan Dani. Terhitung semenjak kematiannya. Sungguh tak habis pikir mengapa aku sampai saat ini tidak dapat melupakannya. Memang dia orang yang sangat aku sayangi, cintai dan saya banggakan. Tapi kenapa Tuhan harus cepat-cepat memanggil dia. Sungguh tak adil. Suguh tak adil………..sungguh tak adil……….sungguh tak adil……..
“Sayang…sudah jangan terus tangisi kepergianku. Aku jadi tak tenang.”
“Dani……..akhirnya kamu datang juga. Aku rindu kamu.”
“Iya aku juga rindu kamu.”
“Bagaimana kabar teman-teman, apakah sehat-sehat saja?”
“Tidak tahu. Aku tak peduli dengan mereka. Gara-gara mereka kamu jadi pergi meninggalkanku.”
“Udah jangan marah. Sini peluk aku..’
“Yang aku rindu kamu. Sudah dua bulan ini aku terus mendatangi kuburanmu.”
“Iya tapi jangan begitu caranya. Kamu harus jaga kesehatan. Kamu harus mewujudkan cita-cita kamu dan cita-cita orangtua kamu. Aku akan selalu disampingmu kok.”
“Habis..kamu tidak pernah datang menjengukku sih.”
“Kita sudah beda yang.”
“Beda. Apanya.”
“Iya kita sekarang sudah terpisah. Aku sudah tak dapat bersatu dengan kehidupanmu lagi…jangan nangis dong. Kamu harus tabah. Segala sesuatu di dunya ini hanya untuk menguji.”
“Tapi aku tidak sanggup dengan semua ini. Aku belum sempat….jangan senyum dong.”
“Ada hal yang belum aku sampaikan. Dan mungkin ini akan terus menjadi rahasia nantinya.”
“Hal apa?”
“Dulu aku pernah ngobrol dengan Padi.”
“Padi!…siapa Padi.?”
“Muach….dasar si cantik ini. Dulu belum sempat aku kenalkan ya.”
“Habis……..”
“Habis apa?”
“Ngga ah.”
“Padi itu pacarnya DwiN.”
“Oh…”
“Bulat….jangan nyubit dong. Sakit tau.”
“Aku sayang kamu.”
‘Iya. Tapi dengarkan dulu. Padi mungkin masih merahasiahkannya.”
“Rahasia apa.”
“Dia itu sempat hubungan dengan Anwar. Mungkin sampai sekarang. Jadi tolong beri tahu DwiN. Agar menyelidiki kebenarannya.”
“Ngga mau ah. Apa urusanku.”
“Nah muncul sipat cuek kamu. Jelek tau.”
“Biarin.”
“Ini permintaanku yang terakhir. Ingat kamu jangan mengeluh, kamu harus tegar dengan semua ini. Satu kecupan terakhirku di keningmu muach….”
“Say…sayang…..sayang jangan pergi. Dani jangan pergi Daniiiiiiiii…………..’
“Ya tuhan ternyata hanya mimpi. Apakah benar yang Dani katakan!”
14
Pernikahan
Undangan sudah dibagikan. Kurang lebih tujuh ratus undangan tersebar ke pelosok kota. Ada teman SD, SMP, SMA dan teman kerja. Pesta pernikahan dua hari lagi akan dilangsungkan.
“Win, apa kamu akan datang pada pesta pernikahannya Susi.?”
“Susi mana?”
“Itu selingkuhan kamu dulu”
“Memangnya kamu diundang?”
“Iya”
“Seandainya aku tidak mengangap hubungan persahabatan, aku tidak akan datang.”
“Oh jadi kamu akan datang?, aku takan membiarkan kamu pergi sendiri. Biarkanlah ku menemanimu. Tak apa kan?” DwiN kelihatanya bingung dengan omongannya mungkin DwiN bingung dia takut hubungan DwiN denganya takut ketauan susi.
”Ya kita lihat saja nanti……………………………!”
15
Lima Tahun Kemudian
Di sebuah terminal di ibu kota, cuaca hari itu cerah sekali walupun memang sedikit dihiasi asap kendaraan. Hidup tidak ada yang kebetulan, segala yang terjadi di dunia sudah ditentukan oleh tuhan. Tampak seorang lelaki berparas lembut berkacamata sedang membaca Koran yang terbit hari itu, ia duduk dengan tenang di bangku sudut terminal sambil menghisap cerutu.
“Permisi.. boléh saya ikut duduk” kata seorang wanita.
“ya, silahkan.”
Wanita itu terus memandangi wajah lelaki itu dan tak lama kemudian ia berkata
“maaf pak”
“iya ada apa”. Jawab lelaki itu sambil meneruskan bacanya.
“bisa saya ganggu sebentar, suara anda sungguh tidak asing seperti saya kenal!”
“O..ya, siapa ya”
Mereka terus berhadapan dan saling menatap
“Kamu Anwar kan, ini Mara teman SMA mu dulu”
“Mara!....kau kah itu, ya tuhan sudah lama sekali kita tak jumpa, kema aja kamu?”
“biasa saya sibuk dengan kerjaan saya”
“memang kamu kerja dimana?”
“saya kerja di perusahaan motor bagian pemasaran, kalau kamu”
“saya baru pulang dari Saudi, biasa jadi TKI”
“o iya bagaimana kabarnya DwiN?”
“saya dengar sih ia jadi nikah dengan Padi, kemudian pergi ke Jepang dan bermukim di sana.”
“Oooo….”
Tiba tiba percakapan mereka terhentikan oleh tragedi kecil, ada seorang ibu yang tertabrak pantat bus yang akan parker, mungkin karena kaget ibu itu jatuh pinsan. Anwar tidak banyak bicara bicara langsung berlari dan menolong si ibu.
“ya tuhan ternyata Susi, Mara cepat kemari!”
“kenapa War, lihat! Ternyata Susi”
“ya tuhan Susi!....Susi bangun, kamu jangan mati”
“tidak apa-apa ia hanya pinsan, cepat panggil taksi kita bawa ke rumah sakit.”
Perjalanan ke rumah sakit sungguh membuat mereka panik. Tak lama setelah sampai tiba-tiba ada seorang polisi yang masuk ruangan
“yang kamu tidak apa-apa?”
“maaf pak anda siapa ya?” Tanya Anwar
“Ssss…..itu suaminya” kata Mara
“O…, tidak apa-apa pak, hanya pinsan sekarang dia sedang istirahat tadi diberi obat tidur oleh dokter”
“anda siapa ya…..terima kasih sekali telah menolong istri saya”
“ia teman SMA kami, …namanya Anwar”
“loh ko baru ketemu ya, padahal hamper semua teman Susi sering main loh ke rumah…….ya udah sekali lagi saya ucapkan terima kasih. Sekarang saya urus-urus admin dulu, Mara titip Susi ya”
“siap pak” kata mara sambil menghormat.
Pak polisi itu berlalu dengan senyuman. Tak lama kemudian dating perawat perempuan membawa stetoskop. Tapi anéhnya ia tersentak hingga menjatuhkan stetoskopnya.
“Kalian…….”
“Hani!” Mara dan Anwar serentak
Pertemuan mereka berempat diisi dengan perbincangan yang panjang.
TAMAT
14 April 2008