Selasa, 24 Juni 2008

FUNGSI DAN PERAN TOKOH DALAM

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Sastra merupakan salah satu bagian dari kebudayaan. Karya sastra terbagi menjadi dua jenis, yaitu sastra tulis dan sastra lisan. Pantun adalah bagian dari sastra lisan. Cerita pantun merupakan hasil karya sastra asli Sunda. Cerita pantun adalah cerita yang dipentaskan dalam pantun. Pantun dalam kesusastraan Sunda tidak sama artinya dengan kata pantun yang terdapat dalam bahasa Indonesia. Pantun merupakan suatu bentuk kesenian Sunda yang hampir punah karena pementasan pantun yang sudah jarang dan hanya ada di sebagian kecil daerah seperti Sumedang.
Cerita pantun merupakan hasil karya sastra yang berbentuk lisan. Cerita pantun ini biasanya dibawakan oleh seorang pemantun (juru pantun=Sd) dan diiringi oleh alat musik yang bernama kecapi. Cerita pantun biasanya dibawakan oleh juru pantun yang tunanetra. Cerita-cerita pantun yang terkenal di daerah Sunda diantaranya Lutung Kasarung, Lutung Leutik, Munding Laya Dikusumah, dan lain-lain. Cerita pantun memilki rangka tertentu dan tidak berubah. Cerita pentun diawali oleh rajah yang dinamakan rajah pamuka. Setelah tahap rajah pamuka pemantun berangsur pada yang disebut mangkat carita, dilanjutkan dengan menyebutkan satu persatu lengkap dengan tokoh utama dalam cerita. Selesai berserita maka juru pantun menutup cerita pantun dengan rajah pamunah/rajah panutup.
Dalam rajah pembuka (rajah pamuka), juru pantun memohon perlindungan pada para leluhur agar dilancarkan dalam berpantun sehingga menjelang pagi. Hal tersebut dilakukan para pemantun karena mereka beranggapan bahwa apa-apa yang akan diceritakan dalam pantun itu merupakan peristiwa yang benar-benar terjadi.
Dari rajah tersebut, dapat dilihat sifat kehidupan orang Sunda jaman dahulu (buhun=Sd) yang telah menciptakan pantun tersebut. Penulis mengambil objek kajian berupa cerita pantun karena bagi penulis cerita pantun merupakan suatu karya sastra yang begitu unik dan hampir punah keberadaannya. Uniknya, karya sastra ini lahir tanpa sumber tertulis dengan kata lain diwariskan secara turun temurun, walau tanpa sumber tertulis si juru pantun dengan hafal dan cekatan bercerita seolah-olah membaca sebuah teks.
Keunikan dalam cerita pantun tentunya tidak terlepas dari pengaruh unsur struktur dan isi ceritanya. Kedua unsur itu membentuk satu kesatuan cerita yang utuh sehingga membentuk satu kesatuan cerita dalam penyajiannya. Unsur struktur tentunya berbeda-beda antara cerita yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itulah struktur cerita itu perlu dipahami dan dikaji. Salah satu rujukan yang dapat diterapkan dalam mengkaji cerita pantun adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Propp terhadap seratus karya sastra di Rusia.
Penelitian terhadap seratus karya sastra Rusia yang dilakukan oleh Propp menunjukan bahwa cerita rakyat memiliki paling banyak 31 fungsi, tetapi tidak semua fungsi ini akan ditemukan pada suatu cerita rakyat. Fungsi-fungsi tersebut didistribusikan ke dalam 7 lingkungan tindakan yang masing-masingnya bisa mencakup beberapa fungsi.
Dari sekian banyak cerita rakyat yang kita kenal di Sunda, pantun merupakan salah satunya. Jika dianalisis berdasarkan teori yang dikemukakan Propp mengenai fungsi-fungsi yang terdapat dalam suatu cerita rakyat maka di dalam cerita pantun berpeluang ditemukannya sejumlah fungsi sebagaimana yang dikemukakan Propp.
Cerita pantun yang dijadikan objek penelitian oleh penulis adalah cerita pantun Budak Manjor (selanjutnya disingkat BM). Penulsi mengambil cerita pantun ini karena belum pernah ada yang meneliti. Selain itu yang lebih mendasar adalah dalam teks ini terdapat dua tokoh peran pahlawan yaitu Budak Manjor yang merupakan dewa kemanusiaan dan Ratu Sungging yang merupakan putra Pajajaran; keduanya sebagai pahlawan dalam cerita ini. Hal inilah yang menjadi alasan bagi penulis untuk meneliti fungsi apa saja yang terdapat dalam cerita pantun BM dan bagaimana hubungan pelaku dnegan fungsi-fungsi tersebut dalam pembentukan alur cerita.
Cerita Budak Manjor ini dipantunkan oleh Ki Atjeng Tamadipura. Penulis mengambil cerita pantun ini karena cerita pantun ini kurang begitu terkenal dalam masyarakat dibandingkan dengan cerita pantun lain seperti Lutung Kasarung. Sesuai dengan judulnya, maka tokoh yang diceritakannnya adalah Budak Manjor. Pantun ini berkisah tentang Budak Manjor yang merupakan Putra Sunan Ambu yang diciptakan buruk rupa dan dikirim untuk mengabdi kepada seorang manusia, yaitu putra dari raja Pajajaran yang bernama Ratu Sungging.
Berdasarkan pelacakan alur, fungsi-fungsi yang ada dalam cerita pantun BM, apakah secara runtut menunjukan urutan fungsi-fungsi seperti yang ditunjukan Propp?. Bagaimana pelaku dan peran di dalam BM, ditunjukan secara nyata dalam rangkaian fungsi sehingga secara deskriptif dapat menopang alurnya. Bagaimana 7 lingkungan tindakan mendistribusikan fungsi-fungsi secara logis dalam pembentukan alur?. Hal-hal tersebut bertujuan membuktikan fungsi-fungsi yang diungkapkan Propp dalam cerita pantun BM dengan menggunakan pendekatan struktural naratif.

1.2 Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan beberapa pokok permasalahan yaitu:
(1) Bagaimana urutan fungsi cerita pantun Budak Manjor?
(2) Bagaimana skema alur cerita pantun Budak Manjor?
(3) Konsekuensi logis penempatan 7 peran (skematik) dalam kepentingan penyusunan alur?

1.3 Tujuan Penelitian
. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
(1) Mendeskripsikan urutan fungsi cerita pantun Budak Manjor.
(2) Mendeskripsikan skema alur cerita pantun Budak Manjor.
(3) Mendeskripsikan konsekuensi logis penempatan 7 peran (skematik) dalam kepentingan penyusunan alur.
1.4 Landasan Teori
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Vladimir Propp yaitu teori yang menitikberatkan pada fungsi (function) dan peran (action) yang mengandung motif naratif. Fungsi adalah tindakan seorang tokoh yang merupakan penggerak cerita sehingga memiliki keterkaitan antara yang satu dengan lainnya. Peran adalah yang menjalankan fungsi. Fungsi dan peran adalah unsur yang tetap. Sedangkan unsur yang berubah adalah nama pelaku (dramatis personae). Berdasarkan atas penelitiannya terhadap seratus dongeng di Rusia, Propp menyatakan bahwa dalam sebuah dongeng maksimal ada 31 fungsi. Fungsi yang dimaksud di atas didistribusikan ke dalam 7 macam peran (lingkungan tindakan), yaitu:
1. Lingkungan aksi penjahat
2.Lingkungan peran donor
3.Lingkungan pembantu/penolong
4.Lingkungan putri raja
5.Lingkungan orang yang disuruh (utusan)
6.Lingkungan hero
7.Lingkungan hero palsu.

1.5 Metodologi
1.5.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan menggunakan data kepustakaan. Metode deskriptif adalah cara untuk memecahkan masalah yang aktual dengan jalan mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan, menganalisis, dan menginterpretasikan data (Winarno, dalam Ampera, 2002). Metode deskriptif ini digunakan untuk menggambarkan secara sistematis data-data faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang terdapat pada objek kajian.
Titik tolak pengamatan berdasarkan interpretasi peneliti setelah menganalisis sumber data yang akan diteliti. Dengan cara ini peneliti mendapatkan gambaran yang diinterpretasikan dari sumber data.

1.5.2 Metode Kajian
Metode yang digunakan adalah dengan memanfaatkan teori Vladimir Propp yaitu teori menganalisis suatu objek dengan menitikberatkan pada fugnsi dan peran. Fungsi dan peran merupakan suatu kesatuan yang saling mendukung . fungsi merupakan hal yang sangat penting. Propp dalam penelitiannya terhadap seratus dongeng di Rusia, emnyimpulkan bahwa dalam dongeng paling banyak terdapat 31 fungsi. Kaan tetapi tidak selalu setiap dongeng memiliki fungsi-fungsi tersebut, hanya sebagian dari fungsi-fungsi itu. Dari 31 fungsi Propp mendistribusikan ke dalam tujuh aktan. Dengan teori di atas penulis akan mencoba menganalisis BM sejalan dengan tujuan penelitian.
Adapun lankah-langkah dalam menganalis penelitian ini yaitu dengan membuat skema objek secara linier, kemudian mengurutkan fungsi-fungsi, selanjutnya mendistribusikan ke dalam 7 lingkungan tindakan.

6. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah cerita pantun Budak Manjor yang dipantunkan oleh Ki Atjeng Tamadipura yang diterbitkan oleh Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah tahun 1987.

Tidak ada komentar: