BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Di dalam khasanah sastra Sunda, Moh.Ambri termasuk pengarang yang sangat produktif. Sebanyak 21 judul buku telah ia hasilkan dalam jangka waktu kira-kira lima tahun (1931- 1936). Karya-karyanya terdiri dari karya asli dan karya saduran. Karya-karya aslinya ada berupa roman dan wawacan. Roman-roman pentingnya seperti, “Numbuk Di Sué” (1932), “Burak Siluman” (1932), “Ngawadalkeun Nyawa” (1933), “Munjung” (1933) dan “Lain Éta” (1934). Kemudian satu-satunya wawacan yang ia buat adalah “Wawacan Lenggang Kancana” (1934). Selain itu terjemahannya yang cukup beragam, diantaranya ada karya klasik Henri Rider Haggard ‘King Solomon’s Mine” yang ia terjemahkan menjadi “Pependeman Nabi Sulaeman” (1932) atau “Darah Muda” karya Adinegoro yang ia salin menjadi “Nafsu nu Anom” (1932).
Sementara itu karya-karya sadurannya banyak berasal dari cerita-cerita klasik India dan Arab. Dari khasanah sastra Arab ia menyadur beberapa cuplikan dari “Cerita Seribu Satu Malam”, diantaranya “Palika jeung Jin” (1932), “Istri Pelit” (1933), “Lalakon Saepulmuluk” (1933) dan “Buah Koldi” (1933). Sedangkan dari sastra India, Moh.Ambri menyadur “Pusaka Raja Teluh” (1932). Yang paling istimewa dari karya saduran Moh.Ambri adalah “Sikabayan Jadi Dukun” (1933). Karya ini ia sadur dari sebuah drama yang berjudul “Le Medicin Malgre Lui” karya Moliere, yang kemudian disadur kembali oleh Asrul Sani ke dalam bahasa Indonesia menjadi “Dokter Gadungan” (1979).
Moh Ambri yang dilahirkan di Sumedang pada tahun 1892 ini, merupakan seorang pengarang realis Sunda yang ternama. Utuy Tatang Sontani di dalam pengantarnya untuk “Urang Desa (1949) –kumpulan dua roman Moh Ambri yaitu Burak Siluman dan Munjung- yang pertama kali menyebutnya demikian. Popo Iskandar malah menggelari Moh.Ambri sebagai Bapak Realisme Sunda. Hal tersebut tampak dalam tulisannya Moh Ambri Bapa Realisme dina Sastra Sunda yang dimuat dalam majalah Sunda No. 58, tahun II.
Moh.Ambri adalah pengarang Sunda yang lebih banyak melukiskan keadaan sosial masyarakat Sunda di setiap zaman. Umumnya mengenai zaman-zaman yang secara pribadi ia alami. Khususnya mengenai realitas masyarakat Sunda. Ajip Rosidi mengungkapkannya dari sisi lain kehidupan Moh Ambri yang ditulisnya di dalam Surat-surat Moh Ambri yang dimuat dalam Pancakaki: Kumpulan Esey (Girimukti Pasaka, 1996; 264-319). Ternyata Moh Ambri menganut Ilmu kebatinan yang disebut Ajian Kasumedangan.
Menurut catatan Ajip Rosidi (1996: 217), Moh.Ambri mulai belajar kebatinan karena Nyi Oneng Karnasih, istrinya tersebut sakit keras yang tidak sembuh-sembuh ketika berobat ke dokter. Ketika itu, atas saran seorang kumitir di Sumedang, ia membawa istrinya berobat ke seorang Dukun dan ternyata sembuh. Kejadian tersebut berpengaruh besar kepada Moh Ambri. Mulai saat itulah ia belajar kebatinan dan hal-hal lain yang bersifat gaib. Bahkan tak hanya itu, pengaruh tersebut pun sangat berpengaruh besar pada karya-karya Moh Ambri yang berbau hal-hal gaib. Salah satunya adalah karya novelet Si Kabayan Jadi Dukun (selanjutnya ditulis SKJD) yang di dalam kesempatan ini dijadikan bahan garapan penelitian.
1.2 Pembatasan Masalah
Sehubungan dengan berbagai permasalahan yang muncul dari objek penelitian, di dalam penelitian ini penulis membatasi permasalahan yang akan diteliti. Adapun permasalahan yang akan diteliti di dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Sejauh mana perjodohan yang terjadi di dalam novelet SKJD menjadi tempat tumbuhnya formasi kebudayaan?
2. Sejauh mana perjodohan yang terjadi di dalam novelet SKJD menjadi tempat tumbuhnya formasi dominasi?
3. Sejauh mana perjodohan yang terjadi di dalam novelet SKJD menjadi tempat tumbuhnya formasi perlawanan?
4. Bagaimanakah refleksi hubungan kebudayaan yang terjadi di dalam novelet SKJD?
5. Bagaimanakah proses diskursif yang terjadi di dalam novelet SKJD?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
1. Memberikan sumbangan wacana apresiasi karya sastra kepada masyarakat, khususnya masyarakat Sunda.
2. Menerapkan metode kajian kritik sastra pada karya sastra berbahasa Sunda guna menambah dan memperkaya kritik sastra di dalam khasanah kesusastraan Sunda.
3. Merupakan sebuah usaha bagaimana teori hegemoni Gramscian yang pada mulanya dirumuskan oleh seorang teoritisi marxis Italia, Antonio Gramsci, merupakan suatu teori untuk menganalisis kekuasaan bernama negara bisa dimungkinkan untuk diaplikasikan pada karya sastra.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mendeskripsikan dan menjelaskan pengertian tentang perjodohan sebagai tempat tumbuhnya formasi kebudayaan.
2. Mendeskripsikan dan menjelaskan pengertian tentang perjodohan sebagai tempat tumbuhnya formasi kuasa dominasi.
3. Menseskripsikan dan menjelaskan pengertian tentang perjodohan sebagai tempat tumbuhnya formasi kuasa perlawanan.
4. Mendeskripsikan dan menjelaskan hubungan refleksi kebudayaan yang terjadi di dalam novelet SKJD.
5. Mendeskripsikan dan menjelaskan proses diskursif yang terjadi di dalam novelet SKJD.
1.4 Landasan Teori
Pada dasarnya teori yang digunakan di dalam penelitian ini adalah teori sosiologi sastra hegemoni Gramscian, yang berdasarkan pada kajiannya yang mengatakan bahwa kesusastraan tidak lagi dipandang semata-mata sebgai gejala kedua yang tergantung dan ditentukan oleh masyarakat kelas sebagai infrastrukturnya, melainkan dipahami sebagai kekuatan sosial, politik dan kultural yang berdiri sendiri, yang mempunyai sistem tersendiri, meskipun tidak terlepas dari infrastrukturnya.
Di dalam bukunya yang berjudul Pengantar Sosiologi Sastra (1994: 61) Faruk mengatakan bahwa teori sosiologi sastra hegemoni Gramscian tidak hanya mengakui kompleksitas hubungan antara sastra sebagai superstruktur dengan struktur kelas sebagai infrastrukturnya, yang di dalamnya dipahami hubungan antara sastra dan masyarakat tidak secara langsung, melainkan melalui berbagai mediasi. Karena pada akhirnya pengakuan kompleksitas seperti itu hanya hanya akan menjadikan sastra sebagai variabel tergantung, gejala kedua yang eksistensinya ditentukan oleh masyarakat.
Menurut Faruk (1994: 61) teori sosiologi sastra hegemoni Gramscian ini mengakui bahwa eksistensi sastra sebagai lembaga sosial yang relatif otonom dan mempunyai kemungkinan bersifat formatif terhadap masyarakat. Karena antara masyarakat dan kebudayaan merupakan suatu totalitas, yang di dalamnya tidak ditemukan hubungan determinasi antara elemen yang satu dari elemen yang lain.
Williams dalam bukunya yang berjudul Culture and Society (1967) (Faruk, 78) mengatakan bahwa masyarakat dan kebudayaan itu merupakan suatu totalitas yang tidak terpisahkan satu sama lain. Di dalam totalitas tersebut tidak ada perbedaan tingkat atau derajat antara elemen-elemen pembentuknya baik yang berupa infrastruktur maupun superstrukturnya. Yang ada hanyalah hubungan pembatasan (Setting Liimits). Selanjutnya pada gilirannya, Wolff mengatakan bahwa untuk mengatasi persoalan determinisme tersebut Williams menggunakan konsep hegemoni.
1.5 Metodologi
1.5.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang merujuk pada data kepustakaan. Metode deskriptif ini digunakan untuk menggambarkan secara sistematis data-data faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang terdapat pada objek kajian.
Metode deskrptif yaitu metode yang berusaha untuk mendeskripsikan data sebagaimana adanya di dalam objek penelitian. Dengan cara inilah akan didapatkan gambaran yang diinterpretasikan dari sumber data. Kemudian data-data tersebut dipilah berdasarkan pada kepentingan di dalam penelitian ini.
1.5.2 Metode Kajian
Metode kajian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kajian deskriptif yang berlandaskan pada pendekatan karya sastra berdasarkan sosiologi sastra teori hegemoni Gramscian. Dengan mendasarkan diri pada teori hegemoni studi sastra dari Raymond Williams dalam analisisnya mengenai kompleksitas proses kultural dalam peranannya yang aktif atau konstitutif pada momen historis apapun. Dalam penelitiannya mengenai kompleksitas tersebut, Williams membuat membuat suatu garis besar perbedaan antara ciri-ciri kebudayaan, yaitu kebudayaan residual, kebudayaan dominan, dan kebudayaan bangkit, di dalam proses kultural keseluruhan (1994: 79)
1.6 Sumber Data
Sumber data di dalam penelitian ini adalah novelet Sunda yang berjudul Si Kabayan Jadi Dukun karya Moh. Ambri yang diterbitklan oleh penerbit Kiblat Buku Utama Bandung tahun 2002.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar