BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup tanpa adanya interaksi dengan manusia lainnya. Oleh karena itu, dalam interaksi manusia memerlukan suatu kode untuk menyampaikan seluruh ide dan gagasannya dalam bertingkah laku dan kegiatannya. Kode tersebut adalah bahasa karena bahasa merupakan suatu identitas suatu bangsa. Antara manusia dan bahasa tidak dapat dipisahkan lagi. Keduanya ibarat mata uang logam yang terdiri dari dua sisi yang tidak dapat dipisahkan. Kebutuhan manusia akan bahasa menempatkan bahasa sebagai kebutuhan dasar dalam mengeluarkan segala pemikirannya.
Sebagaimana bahasa-bahasa lainnya, bahasa Sunda pun tersusun secara hierarkis yang meliputi komponen-komponen pembentuknya. Komponen tersebut antara lain komponen fonologis, morfologis, dan sintaksis. Bahasa Sunda tersebut terbagi dalam beberapa kelas kata yang menyusunnya. Kelas kata tersebut antara lain nomina, verba, adjektiva, adverbia dan numeralia.
Hampir semua ahli bahasa Sunda dalam membagi kelas kata, verba ditempatkan pada kedudukan paling utama. Verba bahasa Sunda berdasarkan bentuknya dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu verba bentuk dasar dan verba turunan. Verba dasar yaitu verba yang berupa morfem dasar yang terlepas dari afiksasi dan mempunyai makna yang mandiri, sedangkan verba turunan adalah melihat verba itu dari proses morfemis yang meliputi: afiksasi, reduplikasi dan komposisi (Djajasudarma, 1993:93--4).
Di dalam bahasa Sunda verba aktif sering muncul dalam berbagai wacana yang ditandai dengan adanya konstruksi afiksasi nga- + -an (± -ana) dan nga- + -keun (±-ana). Konstruksi tersebut sangat produktif dalam berbagai wacana tulis bahasa Sunda.
Bentuk dasar yang dapat bergabung dengan simulfiks nga- + -an (±-ana) dalam membentuk verba aktif dapat berupa verba. seperti pada contoh data berikut.
(1) Ngadatangan ‘mendatangi’ (CM/35/2006/14/7)
(2) Ngarangkulan ‘memeluki’ (Ml/2008/2004/28/40)
Data (1) dan (2) adalah bentuk verba aktif yang bersifat infleksional karena tidak adanya perubahan kelas kata akibat adanya proses morfologis. Pada data (1) simulfiks nga- + -an bergabung dengan bentuk dasar verba datang ’datang’ yang dapat mendukung makna keaspekan frekuentatif, sedangkan pada data (2) simulfiks nga- + -an bergabung dengan bentuk dasar verba rangkul ’peluk’ yang dapat mendukung makna keaspekan kontinuatif.
Simulfiks nga- + -an (±-ana) dalam membentuk verba aktif dapat bergabung dengan kelas kata nomina. Seperti pada contoh data berikut.
(3) Ngabedilan ‘menembaki’ (CM/27/2005/27/29)
(4) Ngarajaan ‘menjadi raja’ (CM/27/2005/21/37)
Data (3) dan (4) adalah bentuk verba(l) aktif yang bersifat derivasional karena adanya perubahan kelas kata akibat adanya proses morfologis. Pada data (3) simulfiks nga- + -an bergabung dengan bentuk dasar bedil ‘senjata angin/api’ yang dapat mendukung makna keaspekan kontinuatif, simulfiks nga- + -an pada data (4) bergabung dengan bentuk dasar raja ‘raja’ yang dapat menghasilkan makna menjadi.
Selain dari contoh-contoh data yang disajikan di atas, bentuk verba(l) aktif bersimulfiks nga- + -an sering bergabung dengan alternan –(a)na. Seperti pada contoh data berikut.
(5) Ngaragajianana ‘menggergajinya’ (CM/22/2005/47/33)
(6) Ngaliwatanana ‘melewatinya’ (CM/35/2006/32/11)
Pada data (5) dan (6) simulfiks nga- + -an(a)na masing-masing bergabung dengan bentuk dasar nomina dan verba. Bentukan tersebut dapat mendukung makna cara yang dilakukan dengan… dan dapat menjadi pemarkah pronominal.
Seperti telah disinggung di atas, bahwa verba(l) aktif bersimulfiks nga- + -an (±-ana) sangat produktif dalam bahasa Sunda. Pada penelitian yang dilakukan sebelumnya, verba aktif transitif telah terlebih dahulu diteliti oleh Kurniawati pada tahun 1992 dengan judul Skripsi “Struktur Verba Aktif Transitif Bahasa Sunda”. Dalam skripsinya, dia menerangkan tentang kategori yang mendasari pembentukkan verba(l) saja. Namun, mengingat masalah verba(l) aktif bersimulfiks nga- + -an (±-ana) belum banyak dibicarakan secara khusus. Maka atas pertimbangan tersebut, penelitian ini perlu dilakukan untuk menemukan jawaban dari masalah tersebut.
2. Identifikasi Masalah
Penelitian ini dibatasi pada penggunaan verba(l) aktif bersimulfiks Nga- + -an (±-ana) dalam penggunaan bahasa Sunda. Adapun masalah yang akan diidentifikasi sebagai berikut.
1. Bentuk dasar apa saja yang dapat bergabung dengan simulfiks Nga- + -an (±-ana)?
2. Makna apa saja yang dihasilkan dari proses simulfiks Nga- + -an
(±-ana) setelah bergabung dengan bentuk dasar tersebut?
3. Bagaimana perilaku sintaksis verba(l) aktif dari proses simulfiksasi Nga- + -an (±-ana) dalam konstruksi kalimat?
3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini di antaranya adalah untuk:
Mendeskripsikan dan mengkaji kelas kata yang dapat bergabung dengan simulfiks Nga- + -an (±-ana).
Mendeskripsikan dan mengkaji makna yang dapat dihasilkan dari proses simulfiksasi Nga- + -an (±-ana).
Mendeskripsikan dan mengkaji perilaku sintaksis verba(l) yang dihasilkan dari proses simulfiksasi Nga-+-an (±-ana)? dalam konstruksi kalimat.
4. Kerangka Teori
Pada dasarnya pemilihan teori yang digunakan dari para ahli bersifat eklektik, yaitu teori yang digunakan dalam penelitian ini tidak bertumpu pada satu teori saja, tapi merupakan gabungan teori yang saling berhubungan. Teori yang digunakan dalam meneliti struktural adalah teori yang dikemukakan oleh Djajasudarma (1987). Di samping itu, penulis juga mempertimbangkan teori-teori struktural dari Gorys Keraf (1984), Kridalaksana (1986), dan Mathews (1981). Mengenai sintaksis verba, penulis menggunakan teori dari Alwi et al. (1998). Untuk perihal makna, penulis mencoba menelusuri dengan teori yang dikemukakan Coolsma (1985: 87).
5. METODOLOGI
5.1 Metode dan Teknik Penelitian
Metode yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode deskripitif yang bertujuan membuat deskripsi; maksudnya membuat gambaran, lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai data, sifat-sifat atau hubungan fenomena-fenomena yang diteliti (Djajasudarma, 1993: 8).
Data yang dikumpulkan baik secara tertulis maupun secara lisan, dikumpulkan kemudian diteliti dengan tujuan untuk mempelajari fenomena-fenomena kebahasaan. Penelitian ini dilakukan melalui teknik catat dengan menggunakan langkah-langkah, yaitu: (1) studi pustaka, pada langkah ini penulis mencari dan mengumpulkan sumber pustaka; (2) pengumpulan data, pada langkah ini penulis mengumpulkan atas data tertulis mengenai verba(l) aktif; (3) pengklasifikasian data, pada langkah ini data yang telah disusun kemudian diklasifikasi sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mencari struktur verba; (4) penganalisisan data, pada langkah ini data yang telah diklasifikasi dan disusun secara sistematis kemudian dianalisis; (5) menyimpulkan hasil penelitian, pada langkah ini data yang telah diperoleh pada proses penganalisisan data kemudian disimpulkan.
5.2 Metode dan Teknik Kajian
Metode kajian adalah cara kerja yang bersistem di dalam penelitian bahasa dengan bertolak dari data yang dikumpulkan (secara deskriptif) berdasarkan teori pendekatan linguistik (Djajasudarma, 1993: 57)
Dalam penelitian ini digunakan metode kajian distribusional yang menggunakan alat penentu unsur bahasa itu sendiri dalam mengkaji datanya yang menjadi dasar penentu. Cara kerja metode kajian distribusional adalah teknik penelitian data berdasarkan kategori (kriteria) tertentu dari segi kegramatikalan sesuai dengan ciri-ciri alami yang dimiliki oleh data penelitian. Alat penentu metode kajian distribusional ini selalu bagian dari unsur bahasa yang menjadi objek penelitian (Djajasudarma, 1993 : 60).
Teknik kajian yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik top down, yaitu teknik yang menggunakan analisis turun dari bentuk kata jadiannnya sampai bentuk kata dasar (operand) , dan kajian ini bersifat membedah (mengkaji unsur sebagai produk), (Djajasudarma, 1993: 61). Berikut contoh penggunaan teknik kajian top down melalui analisis data berikut ini.
Ngadaharan (CM/27/ 2005/19/5)
Ngadahar
Nga- dahar -an
Prefiks operand sufiks
Pada contoh di atas, kata ngadaharan ‘memakan’ merupakan hasil simulfiksasi (nga- + -an) + bentuk dasar dahar ‘makan’. Kata ngadaharan ‘memakan’ termasuk polimorfemis, yaitu gabungan morfem bebas dahar ‘makan’ dan morfem terikat prefiks –nga dan sufiks –an.
6. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tulis yang berupa sastra dan non-sastra. Data non-sastra berasal dari Majalah Bulanan Cupumanik, Kamus Basa Sunda Danadibrata dan Majalah Mingguan Manglé. Alasan pemilihan majalah Cupumanik dan Manglé sebagai sumber data karena majalah tersebut sampai sekarang masih terbit dan merupakan majalah Sunda yang banyak digemari dan dibaca oleh masyarakat Sunda.
Sumber data dari karya sastra, yaitu Novel Galuring Gending karya Tatang Sumarsono, Sawidak Carita Pondok dan Novel Agan Permas karya Johana. Alasan pemilihan karya sastra tersebut karena karya tersebut mewakili periodisasi waktu dalam kesusastraan Sunda.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar